Kamis, 13 Mei 2010

Kritik Sastra

Kritik Sastra Bukan Ilmu dan Bukan Seni Lalu Apa ?
Oleh : Eko Priyono
Kritik sastra telah mendapat tempat dalam kehidupan sastra Indonesia. Kritik itu sudah berperan dan banyak sedikitnya telah memberikan sumbangan dalam pembinaan apresiasi sastra dalam kalangan masyarakat. Bahkan dalam pembelajaran sastra di SMA pun telah dimasukkan materi kritik sastra. Akan tetapi kritik sastra itu tetap menjadi masalah yang perlu dibicarakan secara khusus. Kritik sastra termasuk seni atau termasuk ilmu ? Atau mungkin tidak keduanya, atau yang lain ?
Kritik sastra dilihat dari segi telaah sastra merupakan garapan para peneliti sastra yang mendalami dan meneliti cipta sastra para sastrawan. Penciptaan sastra terletak dalam tangan para sastrawan yang dengan daya ciptanya menyuguhkan pemikiran-pemikiran yang tertuang dalam cipta sastranya kepada masyarakat peminat dan penikmat sastra. Dengan sendirinya seorang sastrawan, seorang pencipta sastra, dapat pula menjadi seorang peneliti sastra dan sebaliknya.
Kritik sastra hendaknya dapat memberikan penilaian tentang nilai-nilai dalam ciptaan itu sendiri, dan pada hal-hal yang mendorong adanya penciptaan itu serta meningkatkan apresiasi atau wawasan sastra masyarakat.
Untuk menjawab pertanyaan apakah kritik sastra termasuk seni atau ilmu, hendaknya kita berangkat dari ketiga pengertian tersebut.
Ilmu ialah suatu pengertian yang sering diasosiasikan dengan ilmu alam, yang mana terdapat hukum-hukum yang bersifat umum, yang berlaku di segala tempat dan sepanjang zaman.
Seorang filsuf, W.Windelband, membagi ilmu itu dalam dua disiplin; pertama disiplin nomothetis dan kedua disiplin idiografis . Disipilin nomothetis mencari hukum-hukum umum seperti halnya ilmu eksakta. Disiplin idiografis berusaha mengerti persoalan-persoalan khusus.
Ilmu lahir setelah manusia cenderung berpikir reflektif, setelah manusia cenderung berorientasi objektif. Ilmu baru lahir setelah manusia menyadari sepenuhnya adanya sebab bagi suatu akibat, dan tidak menyandarkan pada : kebetulan, wibawa, untung-untungan (spekulasi), atau berpikir deduktif atau induktif. Penelitian dengan metode apapun berusaha mengangkat sejumlah teori atau generalisasi dan sejumlah data yang ditemukan..
Generalisasi dalam suatu ilmu tidak mutlak, sekalipun telah dicapai validitas yang paling tinggi seperti ilmu-ilmu eksakta. Berkali-kali terbukti dalam perkembangan ilmu, bahwa hasil penemuan dapat menggugurkan validitas suatu generalisasi yang semula dianggap paling pasti. Karena itulah ilmu dengan sejumlah teori yang belum begitu valid adalah tetap sebagai ilmu, seperti misalnya : psikologi, sosiologi, dan antropologi. Perbedaannya dengan ilmu-ilmu eksakta adalah perbedaan gradual validitas teori yang dicapainya, dan perbedaan kodrat objek ilmu : objek psikologi, sosiologi, dan antropologi adalah manusia dengan segala kepelikannya.
Pada suatu ketika ilmu-ilmu yang disebut terakhir ini akan mencapai validitas teori yang lebih tinggi dari yang sudah dicapai dewasa ini dalam perkembangannya melepaskan diri dari filsafat itu. Paling sedikit anggapan ini sebagai hipotesis dapat diuji kebenarannya melalui penelitian terus-menerus tanpa mengenal lelah.
Berdasarkan uraian di atas maka pengertian ilmu dengan pengertian tunggal : organisasi sejumlah teori dan/atau generalisasi yang diangkat dari penelitian objek tertentu dan yang sanggup menjelaskan dan meramalkan sejumlah gejala atau peristiwa yang bertalian dengan objek tersebut. Jadi bukan ilmu kebatinan, ilmu gaib, dan sejenisnya itu. Atau ilmu dengan pengertian yang lain lagi.
Persoalan kita sekarang apa pembicaraan tentang kritik sastra itu ilmu atau seni. Apabila pembicaraan kritik dimaksudkan “telaah” atau “studi” (keduanya dalam pengertian sama) dan yang dimaksudkan sastra “cipta sastra” atau “ karya sastra” atau “hasil karya” (ketiganya dalam pengertian sama) maka rumusan pertanyaan menjadi : Apakah telaah tentang cipta sastra itu ilmu atau seni ? Apabila dengan pembicaraan dimaksudkan “penilaian” dan kesusastraan dimaksudkan “cipta sastra” maka rumusan pertanyan menjadi : apakah telaah tentang telaah cipta sastra cipta sastra itu ilmu atau seni ? Dua pertanyaan yang sangat membingungkan.
Dari uraian yang bertele-tele itu sementara kita dapat berkesimpulan sebagai berikut .
1. Kesusastraan adalah suatu lembaga khusus dalam kehidupan manusia yang bertalian dengan kehidupan peminat sastra dan kehidupan telaah sastra.
2. Kehidupan penciptaan sastra adalah kehidupan mencipta sastra yang inheren dengan sastrawan.
3. Kehidupan cipta sastra adalah kehidupan cipta sastra itu sendiri sebagai kegiatan hasil mencipta.
4. Kehidupan peminat sastra adalah kehidupan komunikatif yang bertalian dengan : a) pembaca yang berusaha memahami dan menikmati;b) kritikus yang berusaha memahami dan menilai;c)eseis yang berusaha menanggapi.
5. Kehidupan telaah sastra adalah kehidupan meneliti, menelaah kehidupan mencipta sastra dan peminat sastra dalam rangka menyusun teori sastra dan pada gilirannya teori sastra dipergunakan penelaah untuk menjelaskan dan meramalkan realitas suatu gejala atau peristiwa dalam rangka mencari kebenaran ilmiah.
Untuk meluruskan persoalan baiklah kita kembali pada masalah pokok : Apakah kritik sastra termasuk ilmu atau seni ?
Jawab sementara : Ilmu. Ada pendapat seorang sarjana sastra terkenal yang mungkin memperkuat jawaban tersebut di atas. Sarjana itu bernama Rene Welek (1964:4) yang menjelaskan dalam bukunya Concepts of Criticism :”Perasaan dapat masuk kedalam kritik sastra. Memang banyak bentuk kritik yang memperoleh kearifan artistik pada komposisi dan gayanya. Demikian juga imajinasi mempunyai saham kepada semua ilmu pengetahuan dan ilmu alam. Kendatipun demikian dalam arti yang benar-benar modern, saya tidak yakin bahwa kritikus adalah seniman atau kritik sastra adalah seni. Sasaran kritik sastra adalah pengamatan intelektual. Kritik tidak mewujudkan dunia imajinasi yang bersifat fiksi seperti musik atau puisi. Kritik sastra berkonsep pada ilmu pengetahuan atau bertujuan suatu jenis ilmu pengetahuan. Tujuan akhir haruslah didasarkan pada pengetahuan yang sistematis tentang kesusastraan dan bertopang pada teori sastra”.
Dari pendapat tersebut paling tidak kita lebih mantap apabila kritik sastra termasuk ilmu. Namun, kita harus ingat bahwa kritik sastra bersifat subjektif. Seorang kritikus dalam menilai sebuah cipta sastra sedikit banyak akan terpengaruh oleh pengalaman pribadi, pengetahuan dan kemampuannya serta cirri khasnya. Hal ini disebabkan tidak adanya ketentuan umum dalam menilai cipta sastra. Tetapi menilai cipta sastra harus objektif, maksudnya dalam dalam menilai cipta sastra harus berpangkal pada cipta sastra itu sendiri. Padahal ilmu bisa dikatakan ilmu apabila ada ketentuan umum yang telah diakui. Kita akan dibingungkan oleh dua pendapat. Disatu pihak mengatakan bahwa kritik sastra termasuk ilmu dan dipihak lain mengatakan kritik sastra tidak termasuk ilmu atau seni, karena tidak adanya norma-norma yang berlaku dan diakui secara umum. Lalu termasuk apakah kritik sastra itu ?
Baiklah untuk mengakhiri tulisan ini penulis sedikit memberikan kesimpulan ‘ Mungkin pembaca setuju dengan kesimpulan ini. Kalau yang dimaksud ilmu ialah pemakaian norma-norma yang distandarisir yang berlaku dan disetujui secara umum, maka kritik sastra bukanlah ilmu. Tetapi dia bukanlah seni, kalau yang dimaksud seni ialah khayalan sepihak sang kritikus. Bila yang dimaksud dengan ilmu ialah pengertian yang benar tentang realitas, maka kritik sastra adalah ilmu. Dan realitas di sini ialah pertemuan yang merdeka antara pribadi sang kritikus dan karya sastra sebagai ekspresi seorang manusia lain. Dia adalah seni, apabila yang dimaksud dengan seni ialah kesanggupan kreativitas untuk mengungkapkan satu pengalaman estetis, menemui realitas terlepas dari metode-metode yang sudah tersedia, kaku dari belenggu.
Paling tidak kritik sastra bermanfaat bagi perkembangan kesusastraan kita, bila kritikus selalu berani menanyakan kembali ukuran-ukurannya sendiri. Kini kritik sastra mulai berkembang pesat, banyak bermunculan kritikus-kritikus muda yang produktif. Silakan ….

Tentang penulis : Eko Priyono adalah guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Bumiayu, Brebes. Alamat kantor Jalan P. Diponegoro 2 Bumiayu 52273.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar